Kebudayaan Đông Sơn adalah kebudayaan zaman
Perunggu yang berkembang di Lembah Sông Hồng, Vietnam.
Kebudayaan ini juga berkembang di Asia
Tenggara, termasuk di Nusantara dari sekitar 1000 SM sampai 1 SM.
Kebudayaan Dongson mulai berkembang di Indochina pada masa peralihan dari
periode Mesolitik
dan Neolitik
yang kemudian periode Megalitik. Pengaruh kebudayaan Dongson ini juga berkembang
menuju Nusantara yang kemudian dikenal sebagai masa kebudayaan Perunggu
Kebudayaan Dongson secara keseluruhan dapat dinyatakan sebagai hasil karya
kelompok bangsa Austronesia yang terutama menetap di pesisir Annam, yang berkembang antara abad
ke-5 hingga abad ke-2 Sebelum Masehi. Kebudayaan ini sendiri mengambil nama
situs Dongson di Tanh hoa.
Masyarakat Dongson adalah masyarakat petani dan peternak yang handal. Mereka
terampil menanam padi, memelihara kerbau dan babi, serta memancing. Mereka agaknya menetap di
pematang-pematang pesisir, terlindung dari bahaya banjir, dalam
rumah-rumah panggung besar dengan atap yang melengkung lebar dan menjulur
menaungi emperannya. Selain bertani, masyarakat Dongson juga dikenal sebagai
masyarakat pelaut, bukan hanya nelayan tetapi juga pelaut yang melayari seluruh
Laut China dan sebagian
laut-laut selatan dengan perahu yang panjang.
Asal mula kebudayaan Dongson
Asal mula
kebudayaan ini berawal dari evolusi kebudayaan Austronesia . Asal usulnya
sendiri telah dicar adalah bangsa Yue-tche yang merupakan orang orang barbar yang muncul di
barat daya China sekitar abad ke-8 SM. Namun pendapat ini sama halnya dengan
pendapat yang mengaitkan Dongsaon dengan kebudayaan Halstatt yang ternyata masih diragukan kebenarannya.
Asumsi yang
digunakan adalah bahwa benda-benda perunggu di Yunnan dengan benda-benda yang ditemukan di Dongson. Meski
harus dibuktikan apakah benda-benda tersebut dibuat oleh kelompok-kelompok dari
Barat sehingga dari periode pembuatannya, dapat menentukan apakah benda
tersebut adalah model untuk Dongson atau hanyalah tiruan-tiruannya. Jika dugaan
ini benar maka dapat menjelaskan penyebaran kebudayaan Dongson sampai ke Dataran Tinggi Burma.
Pengaruh
China yang berkembang pesat juga ikut memengaruhi Kebudayaan Dongson terlebih
lebih adanya ekspansi penjajahan China yang mulai turun ke
perbatasan-perbatasan Tonkin. Hal ini dilihat dari motif-motif
hiasan Dongson memberikan model benda-benda perunggu China pada masa
kerajaan-kerajaan Pendekar. Itulah sumber utama seni Dongson yang berkembang
sampai penjajahan Dinasti Han yang merebut Tonkin pada tahun 111 SM. Meski demikian , kebudayaan
Dongson kemudian memengaruhi kebudayaan Indochina selatan terutama kesenian
Cham.
Ada pula
yang berpendapat bahwa kebudayaan ini mendapat pengaruh Hellenisme melalui model-model yang datang dari arah selatan dan
Fu-nan yang merupakan kerajaan besar Indochina pertama yang mendapat pengaruh
India. Namun pendapat ini tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Kesenian Dongson
Benda-benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam, karena mendapat
berbagai macam pengaruh dan aliran. Hal tersebut nampak dari artefak-artefak
kehidupan sehari-hari ataupun peralatan bersifat ritual yang sangat rumit
sekali. Perunggu adalah bahan pilihan. Benda-benda seperti kapak dengan
selongsong, ujung tombak,
pisau belati, mata bajak, topangan berkaki
tiga dengan bentuk yang kaya dan indah. Kemudian gerabah dan jambangan rumah
tangga, mata timbangan dan kepala pemintal benang, perhiasan-perhiasan termasuk
gelang dari tulang dan kerang, manik-manik dari kaca dan lain-lain. Semua benda
tersebut atau hampir semuanya diberi hiasan. Bentuk geometri merupakan ciri
dasar dari kesenian ini diantaranya berupa jalinan arsir-arsir, segitiga dan
spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang bersinggungan.
Karya yang terkenal adalah nekara besar diantaranya nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta
patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam-makam pada tahapan
terakhir masa Dongson.
Agama dan kepercayaan Dongson
Dari motif-motif yang dijumpai pada nekara yang sering disebut-sebut sebagai
nekara hujan, ditampilkan dukun-dukun atau syaman-syaman yang kadang-kadang
menyamar sebagai binatang bertanduk, menunjukkan pengaruh China atau lebih
jauhnya pengaruh masyarakat kawasan stepa. Jika bentuk ini disimbolkan sebagai perburuan, maka ada
lagi simbol yang menunujukkan kegiatan pertanian yakni matahari dan katak (simbol air).
Sebenarnya, nekara ini sendiri dikaitkan dengan siklus pertanian. Dengan mengandalkan
pengaruh ghaibnya, nekara ini ditabuh untuk menimbulkan bunyi petir yang berkaitan
dengan datangnya hujan.
Pada nekara-nekara tersebut, yang seringkali disimpan di dalam makam terlihat motif
perahu yang dipenuhi orang yang berpakaian dan bertutup kepala dari bulu
burung. Hal tersebut boleh jadi menggambarkan arwah orang yang
sudah mati yang berlayar menuju surga yang terletak di suatu tempat di kaki langit sebelah
timur lautan luas. Pada masyarakat lampau, jiwa sering disamakan dengan burung
dan mungkin sejak periode itu hingga sekarang masih dilakukan kaum syaman yang
pada masa kebudayaan Dongson merupakan pendeta-pendeta menyamar seperti burung
agar dapat terbang ke kerajaan orang-orang mati untuk mendapatkan pengetahuan
mengenai masa depan.
Lagipula nekara-nekara tersebut sendiri didapatkan pada awal abad ke-19
masih digunakan untuk upacara ritual keagamaan. Sehingga bisa disimpulkan bahwa
pada nekara tesebut digambarkan kehidupan orang-orang Dongson mulai perburuan,
pertanian hingga kematian.
Banyaknya perlengkapan pemakaman tersebut menunjukkan ritual yang
dilakukan masyarakat Dongson. Antara lain masalah jenazah yang dikelilingi
semua benda-benda sehari-hari miliknya agar dapat hidup secara normal di alam baka.
Belakangan sebagai upaya penghematan, yang ikut dikuburkan bersama jenazah
adalah benda-benda berukuran kecil saja. Kemudia pada masa akhir kebudayaan
Dongson, muncul bentuk ritual baru. Sebelumnya makamnya berbentuk peti mati sederhana dari kayu
yang dikubur, sementara pada berikutnya yang dinamakan periode Lach-truong,
yang mungkin diawali pada abad pertama sebelum Masehi, telah ditemukan makam
dari batu
bata yang berbentuk terowongan atau lebih tepatnya gua yang terbagi menjadi
tiga kamar oleh tembok-tembok lengkung beratap. Semula perlengkapan ini
dikait-kaitkan dengan pengaruh Yunani tentang kehidupan alam baka, meski
sebenarnya menunjukkan pengaruh China yang terus-terus bertambah besar yang
beranggapan bahwa arwah orang mati bersembunyi dalam gua-gua yang terdapat di
lereng-lereng gunung suci, tempat bersemayam para arwah yang abadi.
Makam yang berbentuk terowongan itu boleh dikatakan tiruan dari gua alam
gaib tersebut. Peletakan peti mati di kamar tengah, kemudian di ruangan
bersebelahan ditumpuk sesajen sebagai makanan untuk arwah dan ruangan ketiga
disediakan altar yang terdapat lampu-lampu yang dibawa atau dijaga oleh
patung-patung terbuat dari perunggu. Secara sekilas terasa pengaruh Hellenisme
yang menandai akhir kebudayaan Dongson.
Penyebaran Kebudayaan Dongson
Kebudayaan Dongson yang berkembang di situs Dongson, ternyata juga ditemukan
karya-karya budaya yang diinspirasikan oleh kebudayaan tersebut di bagian
selatan Semenanjung Indochina
(Samrong, Battambang
di Kamboja)
hingga Semenanjung Melayu (Sungai Tembeling di Pahang dan Klang di Selangor)
hingga Nusantara (Indonesia).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar